Jumat, 14 Juni 2013

Mahatma Gandhi


Masa Perpecahan India

Ketegangan politik terjadi di India menjelang kemerdekaanya dari Inggris dalam periode 1935-1947, yang ditandai dengan munculnya konflik-konflik komunal antara dua golongan terbesar dalam masyarakat India yaitu golongan Hindu dan golongan Muslim. Golongan Hindu merupakan golongan mayoritas yang jumlahnya sekitar 250 juta jiwa dari total 400 juta penduduk India. Sedangkan golongan Muslim jumlahnya sekitar 100 juta jiwa, yang merupakan golongan minoritas terbesar dibandingkan dengan golongan minoritas-minoritas lain di antaranya golongan Sikh, Budha, Parsi, dan Kristen (Anglo-Hindu) yang seluruhnya berjumlah sekitar 50 juta jiwa (Gzaznawi, 1966: 53).

Mahatma Gandhi


Masa Monopoli Garam

Pada tanggal 12 Maret tahun 1930, Mahatma Gandhi memimpin sebuah gerakan perlawanan rakyat sipil untuk memprotes monopoli garam yang diberlakukan pemerintah Inggris di India. Aturan monopoli garam yang ditetapkan Inggris berisi larangan bagi rakyat India untuk mengumpulkan atau menjual garam dan paksaan untuk membeli garam dari Inggris yang telah dikenai bea pajak yang tinggi. Mengingat bahwa garam merupakan kebutuhan vital bangsa India, Mahatma Gandhi memimpin gerakan satyagraha atau perlawanan rakyat sipil.

Mahatma Gandhi


Masa Amritsar

Undang-undang Rowlatt dikeluarkan oleh badan legislatif kerajaan New Delhi tanggal 18 Maret 1919. Dengan menamakan undang-undang ini “ tak adil, merongrong prinsip kemerdekaandan menghancurkan hak-hak perorangan yang mendasari keamanan seluruh masyarakat serta Negara sendiri” maka Gandhi mengadakan perlawanan untuk menghentikan undang-undang itu, tapi Gandhi dan rakyat India dianggap angin. Sempat beberapa hari Gandhi beristirahat setelah itu Gandhi mengusulkan untuk melaksanakan hartal umum yang artinya penghentian total kegiatan ekonomi toko ditutup, kapal tak dimuati, pabrik menganggur dan bank ditutup. Hartal mencapai sukses gemilang, tapi dikota-kota besar hartal disertai pembakaran, memotong kawat-kawat telegram, menggarong toko dan menyerang secara fisik orang-orang Inggris. Atas kejadian itu Gandhi menghukum diri untuk berpuasa 3 hari dan menyuruh para pengikutnya berpuasa 24 jam. Dan pada tanggal 18 April kampanyenya dihentikan karena dirasa salah perhitungan.
Brigadier Djendral Reginald E.H. Dyer seorang perwira tentara Inggris melarang pawai dan rapat tapi dibanyak tempat pengumuman itu tidak dibaca orang. Pada tanggal 13 April di Amritsar dan tepatnya di Jallianwalla Bagh, Dyer melakukan pembunuhan besar-besaran dan mengakibatkan 1137 orang luka-luka, 379 orang mati, atau 1516 korban dari 1650 peluru.

Jumat, 07 Juni 2013

Perjuangan Demokrasi di Myanmar


PERJUANGAN DEMOKRASI MYANMAR “AUNG SAN SUU KYI”


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Myanmar adalah salah satu kawasan yang berada di Asia Tenggara yang hingga kini dikuasai oleh militer. Setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris pemerintahan Burma membentuk republik dengan Sao Shwe Thaik sebagai presiden dan U Nu sebagai perdana menteri. Pasca merdeka demokrasi sempat berlangsung di Burma, tetapi berhenti sejenak tatakala militer yang dipimpin oleh Jendral Ne Win melakukan kudeta (1958-1960). Demokrasi bersemi kembali setelah pemilu 1960 yang dimenagkan oleh U Nu dengan partai Union Party. Namun razim militer kembali mengemukakan pengambilan pemerintahan sipil 1962. Keberhasilan kudeta yang dilakukakan oleh Ne Win ini dapat dikatakan sebagai awal runtuhnya demokrasi di Myanmar.
Berbagai kegiatan regresif yang dilakukan oleh Ne Win menyebabkan masalah intern yang harus dihadapi Burma. Sehingga ketidakpuasan masyarakat kepada Junta milliter ini mendorong  lahirnya protes besar 1988. Rakyat menuntut kembalinya demokrasi multipartai dan digantinya pemerintahan. Kemudian Ne Win mundur digantikan oleh Saw Maung. Dengan kekuasaan Saw Maung merencanakan penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota parlemen dengan memberlakukan Undang-Undang Drurat dan membekukan konstitusi 1974. Hasil pemilu tidak di akui oleh militer karena Aung San Suu Kyi yang memenangkannya.
Jendral Saw Maung mundur dan digantikan oleh Than Shwe, Ia mencabut UU Drurat 16 September 1992. Dengan karakteristik pemerintahan yang sama yaitu otoriter, represif dan totaliter. Pengelakkan hasil pemilu dan pengambilalih kekuasaan oleh militer karena ia menganggap prodemokrasi ancaman bagi supremasi militer.
 

Blogger news

Blogroll