BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Munculnya
pergerakan pada awal abad XX tidak lain berpangkal pada dibukanya kesempatan Bumiputera
dalam memperoleh pendidikan. Elitelit baru yang dilahirkan oleh kebijakan politik
etislah yang kemudian memegang peranperan penting dalam masa pergerakan.
Imbas dari kebijakan itu adalah munculnya gerakan Sarekat Islam (SI). Sarekat
Islam merupakan organisai nasional Indonesia pertama yang berdasarkan politik.
Sarekat
Islam (SI) mulai dikenal di Toli-Toli pada tahun 1916. Hampir bersamaan dengan
didirikannya Sarekat Islam di Sulawesi Tengah, Maros, seorang mantan presiden
Kring di Naing Manado mendirikan Sarekat Islam ToliToli. Awalnya, Sarekat
Islam masuk ke ToliToli dengan tujuan memperbaiki ajaranajaran Islam yang telah
terkontaminasi budaya setempat. Dengan ideologi Islam yang dibawanya, Sarekat
Islam sangat mudah diterima oleh masyarakat pedesaan dan mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Dalam perkembangannya, Sarekat Islam sebagai organisasi yang
memilih basis massa mayoritas dari masyarakat mampu mengangkat masalahmasalah tentang
kegelisahan masyarakat atas berbagai kebijakan pemerintah kolonial ke panggung politik
ToliToli. Sarekat Islam dalam perkembangannya Nampak sebagai lambing
solidaritas kelompok yang dipersatukan dan didorong oleh perasaan tidak suka kepada
orang Cina, bangsawan, pejabat, mereka yang tidak menjadi anggota Sarekat Islam,
dan khususnya pada Belanda.
Kondisi politik
yang terintervensi keberadaan pemerintah kolonial dengan kegiatan ekploitasinya
juga menjadi latar belakang terjadinya sentiment masyarakat kepada golongan pemerintah
kolonial. Selain itu, monopoli perdagangan dan politik ternyata sangat membuat rakyat
Hindia Belanda pada umumnya dan rakyat ToliToli pada khususnya tertindas. Di
ToliToli, faktorfaktor tersebut melahirkan suatu bentuk pergerakan masyarakat
sebagai sikap tidak puas atas jalannya kolonialisasi.
Awal abad XX
pergerakan yang ada di Sulawesi berbentuk perlawanan fisik, dan hal itu dapat ditekan
pemerintah kolonial dengan menggunakan kekuatan senjata. Kemudian warga
Sulawesi beralih ke wadah organisasi sebagai upaya perlawanan mereka kepada pemerintah.
Sebagaimana pergerakan Sarekat Islam yang kemudian beralih pada perlindungan
dan penanaman solidaritas ekonomi serta agama untuk anggotaanggotanya atas kebijakan
pemerintah kolonial. Kerusuhan yang terjadi pada tahun 1919 di ToliToli pun merupakan
pergerakan yang memilki ciri tersendiri, diantaranya adalah terlibatnya penguasa
lokal dalam pergulatan politik ToliToli. Gejolak yang bersifat vertical ini, mengambil
korban dari beberapa oknum dan personil pegawai pemerintah kolonial dan juga penguasa
lokal ToliToli. Terjadinya pemberontakan tersebut membuktikan bahwa berbagai propaganda
Sarekat Islam di ToliToli berhasil menciptakan kesadaran masyarakat untuk radikal
terhadap sikap dan kebijakan yang keluar dari pemerintah.
Dalam
penulisan paper tentang “Sarekat Islam Lokal Daerah Toli-Toli Tahun 1916-1919”
ini akan membahas dua hal, yaitu pertama,
lahir dan berkembangnya Sarekat Islam di Toli-Toli dan yang kedua adalah peranan Sarekat Islam dalam
dinamika kehidupan masyarakat Toli-Toli pada tahun 1916-1919.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahir
dan Berkembangnya Sarekat Islam Lokal di Toli-Toli
Sarekat
Islam didirikan di Surakarta pada tanggal 11 November 1912. Sarekat Islam tumbuh
dari organisasi yang mendahuluinya yakni Sarekat Dagang Islam. Melihat begitu besar
antusias masyarakat terhadap Sarekat Islam dalam berbagai kongreskongres yang diselenggarakan
pada tahuntahun awal berdirinya, Sarekat Islam pun dengan cepat menyebar ke berbagai
wilayah luar Jawa. Disamping dalam rangka pengkonsolidasian nasionalisme,
penyebaran ke wilayahwilayah luar Jawa ini juga merupakan agenda Sarekat Islam
pusat yang dilakukan bersamaan dengan usaha untuk memperbaiki struktur kepengurusan
Sarekat Islam lokal.
Di Pulau
Sulawesi, daerah yang pertama kali menerima organisasi Sarekat Islam adalah
daerah Sulawesi Selatan, kemudian disusul oleh Sulawesi Tengah. Dan daerah di
Sulawesi Tengah yang pertama kali menerima Sarekat Islam adalah Boul Toli-Toli
pada tahun 1916. Raja Binol merupakan tokoh yang mempelopori berdirinya Sarekat
Islam lokal Boul Toli-Toli. Susunan pengurus Sarekat Islam Boul Toli-Toli waktu
itu adalah Raja Binol sebagai presiden, Pangeran Mangkona sebagai wakil
presiden, dan T Mangkona selaku sekretaris. Upaya yang dilakukan Raja Binol
dalam menyebarkan Sarekat Islam di Boul Toli-Toli melalui pendekatan-pendekatan
dengan para bangsawan lokal daerah sekitar, termasuk bangsawan Toli-Toli.
Terbukti dalam kepengurusan Sarekat Islam Toli-Toli terdapat beberapa orang
yang juga menjabat dalam struktur birokrasi lokal Toli-Toli.
Untuk
masalah pembentukan struktur organisasi dan penyebaran Sarekat Islam sampai
pembentukan Sarekat Islam Lokal Toli-Toli, pengaruh raja Binol dan para
bangsawan lokal Toli-Toli bukanlah komponen yang mutlak berperan, karena juga
didorong oleh beberapa factor yaitu: pertama, dorongan Sarekat Islam pusat
yakni bantuan atas pendirian Sarekat Islam Lokal yang telah menjadi program
pada tahun 1916; kedua, peran dari seorang mantan presiden Sarekat Islam Naing,
Menado bernama Maros yang berpindah ke Toli-Toli dengan latar belakang
organisatoris, dan Maros dapat mengaplikasikan pendekatan keagamaan dengan baik
dalam proses penyebaran Sarekat Islam di Toli-Toli.
Pada saat
peresmian Sarekat Islam Toli-Toli, kedatangan Sarekat Islam pusat dan
Tjokroaminoto memberikan penerangan asas dan program kerja Sarekat Islam.
Tjokro dalam dakwagnya menyebutkan prinsip yang menjadi anggaran dasar Sarekat
Islam antara lain: memajukan pertanian, perdagangan, kesehatan, pendidikan dan
pengajaran; memajukan hidup menurut perintah agama dan menghilangkan
faham-faham keliru tentang agama; mempertebal rasa persaudaraan dan saling
tolong-menolong diantara anggotanya. Hal tersebut dilakukan Tjokro guna
meningkatkan dan memperkuat basis massa terhadap golongan bawah dan mayoritas.
Dalam hal ini basis massa Sarekat Islam Lokal Toli-Toli digolongkan menjadi
dua, yaitu basis massa agama dan basis massa ekonomi.
- Basis Massa Agama
Dalam
sejarah awal penyebaran Sarekat Islam lokal Toli-Toli banyak melakuakan
pendekatan dakwah dalam menyebarkan ideologinya. Maka prinsip Sarekat Islam yang
diadopsi dari ajaran agama Islam, menjadi modal yang sangat berarti dalam
membentuk solidaritas masyarakat Toli-Toli. Masuknya golongan agama Islam pada
basis massa Sarekat Islam Toli-Toli, merupakan hasil jalan dakwah yang diawali
oleh peran Maros. Maros banyak mensosialisasikan Sarekat Islam terhadap
masyarakat Islam disana, dan berhasil melakukan pendekatan dengan masyarakat
melalui media ini. Walaupun dakwah yang dilakukan memiliki misi untuk menegakan
syariah Islam terhadap kontaminasi adat dalam pelaksanaan berbagai aktivitas
keagamaan Islam, akan tetapi prinsip-prinsip solidaritas Sarekat Islam yang
turut disisipkan dalam dakwah-dakwahnya terdapat pula asas perlindungan yang
ditawarkan Sarekat Islam.
Dalam perkembangannya,
solidaritas Sarekat Islam tersebut mengarah kepada solidaritas intern umat Islam.
Seperti pembatasan interaksi anggota Sarekat Islam yang tertuang dalam aturan Sarekat
Islam lokal Toli-Toli kemudian menjadi solidaritas umat Islam Sarekat Islam
atau fanatisme golongan. Prinsip yang dimaksud mencakup sistem pengikatan
anggota-anggota Sarekat Islam untuk meminimalisir interaksi dengan golongan
diluar Sarekat Islam. Aturan intern Sarekat Islam ini diaplikasikan dalam
aturan perkawinan, takziah dan sedekah. Aturan pelarangan ini menyebabkan
meningginya sentiment anggota-anggota Sarekat Islam. Konsep keislaman dan
aplikasi tarekat menjadi sangat kental dan kemudian dijunjung tinggi oleh
masyarakat dan berimbas pada terjadinya persinggungan dengan pemerintah
Kolonial beserta orang asing yang non Islam.
- Basis Massa Ekonomi
Pembangunan
pelabuhan dan sistem bead an cukai sudah diterapkan pada awal abad XX.
Penguasaan hasil bumi di Toli-Toli oleh pemerintah kolonial telah terjadi
ketika pelabuhan mulai difungsikan. Pemerintah kolonial melakukan eksplorasi
terhadap hasil bumi, menerapkan sistem pajak dan pembatasan kapasitas
masyarakat dalam kegiatan ekonomi (masyarakat hanya dilibatkan dalam produksi
dan hasil dari pekerjaan mereka sebagian besar disetorkan ke pemerintah
kolonial melalui pejabat lokal yang ditunjuk), hal-hal tersebut merupakan
penyebab terpuruknya kekuatan ekonomi masyarakat. Selain itu pemerintah
kolonial hanya memberi akses kepada kalangan ekonomi yang memiliki potensi
untuk keuntungan kolonial dan atas pertimbangan mempunyai sikap kooperativ,
sehingga pemerintah kolonial lebih pro terhadap pelaku ekonomi dari pihak asing
sperti halnya Cina dan bangsa asing lainnya.
Imbas dari
sistem ekonimi kolonial tersebut diarasakan oleh seluruh masyarakat Toli-Toli
dari semua golongan. Tenaga yang mereka curahkan tidak sebanding dengan hasil
yang mereka terima. Tuntutan ganda diantara kewajiban kepada pemerintah
tradisional dan pemerintah kolonial jelas membuat mereka terpuruk. Keterpurukan
pribumi ini dimanfaatkan oleh orang-orang Cina. Dalam hal peminjaman uang,
orang Cina menerapkan bunga tinggi dengan jaminan lahan atau tanaman di sawah
milik pribumi, mereka menguasai penduduk pribumi yang tidak dapat melunasi
hutangnya. Hal ini memperuncing kondisi tidak dinamisnya hubungan pribumi
dengan mereka.
Dengan
kondisi masyarakat pribumi yang dijadikan korban dalam sistem pemerintah
kolonial, masyarakat pribumi banyak yang menjadi anggota Sarekat Islam Lokal
yang dapat memfasilitasi keinginan mereka dan menghentikan diskriminasi yang
dilakukan pemerintah kolonial dan para pelaku ekonomi asing terhadap masyarakat
pribumi. Dan dengan banyak masyarakat pribumi yang bergabung dengan Sarekata Islam
menjadi pelengkap basis massa Sarekat Islam Lokal Toli-Toli.
B.
Peranan Sarekat Islam Lokal dalam
Dinamika Masyarakat Toli-Toli Tahun 1916-1919
Di tengah situasi
terpuruknya masyarakat atas berbagai kebijakan pemerintah kolonial pada awal abad
XX di ToliToli, Sarekat Islam berperan sebagai organisasi yang mengakomodir
kegelisahan masyarakat, karena diketahui unitunit penyelenggaraan kehidupan masyarakat
yang meliputi bidang politik, sosial serta ekonomi, secara sistematik telah bersinggungan
dengan haluan kolonialisasi. Sarekat Islam menempatkan diri dan secara konkret menjembatani
serta melindungi beberapa kepentingan masyarakat dengan sejumlah sifat pergerakannya
yang khas.
- Peran Sarekat Islam Lokal Toli-Toli dalam Bidang Ekonomi
Dalam
bidang perekonomian di Toli-Toli, masyarakat didiskriminasi dengan adanya
sistem kapitalisme oleh pihak Koloni yang merugikan seluruh anggota masyarakat
dari segala golongan. Dalam hal ini Sarekat Islam Lokal berperan untuk meredam
kapitalisme di masyarakat.
a. Peran Sarekat Islam Meredam
kapitalisme di Kalangan Pemegang Modal Toli-Toli
Monopoli
ekonomi oleh Pemerintah kolonial di ToliToli nampak pada unit pengelolaan
ekonomi. Seperti kasus pemilihan pemegang kursi direktur dalam suatu perusahaan
yang bergerak dalam pengelolaan komoditas ToliToli. Masalah ini terlihat jelas
pada kasus yang ditemui tokoh Sarekat Islam, Abdoel Moeis ketika berkunjung di
daerah ini. Tempat pertama Abdoel Moeis singgah dalam kunjungannya di Sulawesi
Tengah adalah daerah Wani, tepatnya tanggal l3 April 1919. Di sana ia menetap di
rumah Haji Abdoel Kadir, salah satu pemilik Handelsvereeniging
(perkumpulan pemegang saham) Wani. Abdoel Moeis mensinyalir terdapat manipulasi
oleh paham kuat modal dalam jajaran Handelsvereeniging,
yakni orang yang duduk di kursi direktur. Menurutnya, posisi tersebut memiliki banyak
wewenang yang cukup untuk memainkan roda manipulasi. Direktur yang dimaksud adalah
seorang bangsa Arab yang bernama Said Mahmoed.
Perselisihan
antara aandeelhouder (pemegang saham)
dalam memperebutkan kursi direktur pun terjadi setelah itu. Pihak yang berseberangan
dengan direktur diprakarsai oleh Haji Abdoel Kadir, ia menginginkan Haji Joenoes
untuk menjadi direktur. Perselisihan semakin terlihat nyata ketika terjadi pertentangan
dalam setiap rapat aandeelhouder. Abdoel
Kadir yang berusaha keras untuk mempromosikan Joenoes menjadi direktur tersebut
tidak jauh dari intervensi Abdoel Moeis. Abdoel Moeis mencurigai calon direktur,
Said Mahmoed adalah orang yang pro kolonial sehingga dikhawatirkan ia akan menjadi
direktur yang akan melancarkan jalan pemerintah kolonial dalam menyengsarakan masyarakat.
Gesekan dalam tubuh para pemegang saham ini semakin meruncing dengan dilaporkannya
Said Mahmoed ke pihak kepolisian dengan tuduhan penggelapan uang dan pemalsuan bukubuku
laporan. Pertentangan ini berlanjut ketika Abdul Moeis datang ke Wani untuk menghadiri
vergadering, namun momen itupun diwarnai
dengan pertengkaran. Wakil CSI (Central Sarekat Islam) tersebut melindungi bahkan
cenderung berpihak kepada Haji Abdoel Kadir, sehingga dalam hal ini Abdoel Moeis
sangat jelas mendukung diadukannya Said Mahmoed ke pihak kepolisian.
Campur
tangan yang dilakukan Abdoel Moeis dalam pemilihan kursi direktur pada handelsvereneging adalah salah satu upayanya
untuk meredam praktek kapitalisme yang disebutsebut sebagai sumber pederitaan masyarakat.
b. Peran Sarekat Islam Lokal Toli-Toli
untuk Ekonomi Rakyat Kalangan Bawah
Kegiatan ekploitasi
pemerintah kolonial terhadap sumber daya alam ToliToli, langsung berdampak nyata
pada masyarakat kecil. Mayoritas dari mereka mengalami perubahan orientasi ekonomi,
yang pada awalnya mereka melakukan aktivitas pengolahan sumber daya alam hanya untuk
kepentingan pribadi, akan tetapi pasca sumber daya alam terkait dijadikan komoditas
oleh pemerintah kolonial, orientasi kepentingan mereka berubah menjadi kewajiban
untuk memenuhi kegiatan perdagangan kolonial. Fenomena perubahan orientasi kegiatan
ekonomi masyarakat menjadi suatu pemahaman bahwa sistem ekonomi kolonial telah menghambat
kepentingan masyarakat, hal inilah yang berusaha diangkat oleh Sarekat Islam. Pada
fase berikutnya Sarekat Islam menjadi motor dijalankannya program pembangunan kesadaran
masyarakat atas posisi mereka dalam sistem kolonial. Sarekat Islam menganggap kesadaran
kolektif masyarakat harus diwadahi dengan suatu bentuk kumpulan massa yang terorganisasi.
Pengenalan koperasipun kemudian dibentuk oleh Sarekat Islam. Dengan wadah ini Sarekat
Islam menawarkan bentuk kekuatan ekonomi kemasyarakatan yang berprinsip mengangkat
kolektivitas yang akan menghasilkan suatu kekuatan pribumi.
Gejala berhasilnya
pendekatan Sarekat Islam pada masyarakat kalangan bawah adalah masuknya kalangan
ini menjadi basis massa Sarekat Islam. Kemudian secara konkret Sarekat Islam mengadakan
pembelaan kepentingan masyarakat. Berapa kali Sarekat Islam memperhatikan permasalahanpermasalahan
masyarakat bawah, dan memberikan fasilitas dukungan terhadap hak mereka dalam melakukan
kegiatan ekonomi.
Beberapa masalah masyarakat yang mendapat
dukungan Sarekat Islam antara lain:
Ø Perlindungan hakhak rakyat dalam melakukan
kegiatan ekonomi kelas kecil seperti bertani, kegiatan nelayan, industry rumah tangga
seperti pertukangan kayu, industry tekstil kecil, dan hakhak para pelaku ekonomi
kelas kecil yang bersinggungan dengan kewajiban heerendienst serta belasting.
Ø Kegiatan bertani masyarakat ToliToli
pada awal abad XX memang mengalami penurunan esensial yang diistilahkan dengan pekerjaan
sampingan. Pengalihan prioritas seperti diatas juga terjadi dalam kegiatan
industry rumah tangga seperti tenun dan seterusnya. Orientasi pasar yang lebih luas
ternyata telah mempengaruhi sistem produksi dan pemasaran tradisional. Idealnya
pasar yang lebih mengembang akan mempengaruhi keuntungan pelaku ekonomi, akan tetapi
hal tersebut terbantah oleh kebijakan pemerintah kolonial seperti pajak telah membatasi
hak masyarakat dalam mendapatkan keuntungan lebih.
Ø Kasus relokasi hunian orangorang
Tooya yang berada di daerah pantai laut ke pinggir jalan besar juga menjadi
permasalahan masyarakat. Oleh pemerintah kolonial, mereka dipaksa untuk
meninggalkan kebun kelapa, jarring dan pukatpukatnya. Program relokasi ini
mengebiri hak masyarakat dalam melakukan kegiatan yang telah menjadi mata
pencaharian mereka. Lebih ironis, perpindahan hunian ini ditujukan untuk
melibatkan masyarakat dalam proyek pembangunan jalan. Walaupun pada akhirnya
beberapa orang yang turut menentang kebijakan ini terpaksa harus berurusan
dengan hokum pemerintah kolonial.
Berbagai kalangan
yang mendapat perhatian dari Sarekat Islam seperti di atas menjadi salah satu bagian
dari basis massa Sarekat Islam, dimana nantinya menjadi unsur kekuatan Sarekat Islam
ToliToli. Sarekat Islam sering mengumpulkan mereka dalam suatu pertemuan dan menjalin
kesadaran mereka dengan berbagai propaganda. Pemerintah kolonial mulai mengantisipasi
gerakan Sarekat Islam dengan mengeluarkan berbagai aturan yang memojokkan mereka.
Hal itu dilakukan lantaran gerakan Sarekat Islam dinilai telah mempengaruhi stabilitas
pemerintahan kolonial di ToliToli. Aturanaturan tersebut, seperti tidak diperbolehkannya
anggota Sarekat Islam menangkap ikan di laut dengan alasan laut adalah milik raja.
Contohnya, pada tanggal 14 September 1918 para prajurit kerajaan berpratoli dan
mereka mendapati anggota Sarekat Islam yang tengah melaut. Prajurit kerajaan tersebut
kemudian melarang anggota Sarekat Islam menangkap ikan, namun bagi mereka yang bukan
anggota Sarekat Islam tidak mendapat pelarangan. Pembedaan yang sering dilakukan
pemerintah kolonial terhadap Sarekat Islam seperti diataslah yang turut
membentuk kesadaran masyarakat dalam melihat ketidakadilan sikap pemerintah kolonial.
- Peran Sarekat Islam Lokal Toli-Toli di Bidang Sosial
Peran Sarekat
Islam di bidang sosial untuk masyarakat ToliToli terlihat jelas ketika Sarekat
Islam menjadi wadah pembelaan masyarakat yang menjadi korban program heerendienst, terlebih untuk kalangan berumur
yang masih dilibatkan dalam program ini. Melihat dari catatan gerak Sarekat Islam
di bidang sosial, Sarekat Islam beberapa kali mengadakan pembelaan hak untuk kalangan
ini. Hal itu didasari oleh pandangan ketidakrelevansian ketika orangorang yang
telah berumur dimaksud masih dilibatkan dalam heerendienst. Sebagai indikasi pembelaan Sarekat Islam terhadap golongan
tersebut, dapat dilihat dari beberapa pledoi Abdoel Moeis yang dinyatakan dalam
siding volksraad tahun 1921. Abdoel Moeis
mencontohkan kasuskasus yang antara lain:
a. Seorang tua di Donggala yang berumur
70 tahun. Dikabarkan 5 tahun sebelum kasus ini diangkat, ia sudah bebas dari heerendienst. Orang yang dimaksud telah 3
tahun bebas, akan tetapi setelah ia masuk Sarekat Islam ia kembali dikenakan heerendienst. Orang yang dimaksud bernama
Larentje alias Walantjo yang dulunya tinggal di kampong Labongga, pindah ke
Alindakoe kemudian pindah lagi ke Dampelas.
Menurut keterangan sekretaris Donggala,
Larentje masuk anggota Sarekat Islam pada tanggal 14 Oktober 1916. Menurut Register,
pada bulan Januari 1916 ia sudah dikenakan heerendienst
dan ketika itu ia berumur 50 tahun. Tanggal 20 Maret 1919 Abdoel Moeis menemui Larentje
di Dampelas untuk mengklarifikasi masalah ini. Menurutnya, ketika itu Larentje berusia
60 tahun, dimana keadaan fisiknya sudah sangat memprihatinkan. Giginya sudah
habis dan pungungnya juga sudah bongkok. Menurut kesaksian Larentje sendiri,
selamanya ia bekerja Heerendienst, ia
meninggalkan heerendienst hanya jika sakit.
Ia merupakan tukang kayu yang juga terlibat dalam pembangunan jembatan.
b. Seorang Bumiputra yang mendapat
bintang perunggu dan mendapat surat keterangan yang diberikan kepada seorang
militer dalam aglemeen staamboek No.
51865. Dinyatakan bahwa ia memiliki hak memakai tanda kehormatan, selalu
dimuliakan dalam pekerjaan penting semasa perang Boni. Menurut peraturan itu,
berhak untuk tidak mengikuti heerendienst.
Akan tetapi setelah ia masuk Sarekat Islam, ia turut dikenakan heerendienst. Orang yang dimaksud
bernama Djirong, dulunya menjadi mandor kuli dalam expedisi Boni.
c. Seorang bumiputra yang menderita
penyakit malaria selama 10 tahun, dulunya ia terbebas heerendienst. Akan tetapi turut dipekerjakan kembali setelah
diketahui tergabung dengan Sarekat Islam.
d. Mendengar perhatian Sarekat Islam terhadap
kepentingan orangorang lanjut usia di wilayah ToliToli cukup besar, maka terjadi
fenomena datangnya beberapa orang jompo dari Oenaoena yang datang meminta perlindungan
Abdoel Moeis untuk dibebaskan dari heerendienst.
Orangorang tersebut antara lain adalah Laboeloeng (tukang kayu); kemudian
Lapelemai, Haji Labase, Lamoenri.
Melihat beberapa
kasus di atas, ditemui sikap pemerintah kolonial yang cenderung menekan anggotaanggota
Sarekat Islam dengan berbagai perlakuan yang tidak relevan. Hal itu membuktikan
kekhawatiran dari pihak pemerintah akan Sarekat Islam semakin meningkat. Akan
tetapi Abdoel Moeis tambah memiliki keberanian mengungkap masalah ini dalam sidang
volksraad. Ia meminta pejabat kolonial
yang juga duduk di kursi volksraad
untuk membebaskan orangorang yang berhak untuk tidak terlibat dalam heerendienst.
- Peran Sarekat Islam Lokal Toli-Toli di Bidang Agama
Kehadiran Sarekat
Islam di ToliToli telah membawa perubahan dan pembaharuan, baik dalam kehidupan
keagamaan maupun kemasyarakatan juga sosial politik. Di bidang agama, telah terjadi
peningkatan pengamalan ibadah bagi umat Islam. Peningkatan tersebut terjadi mulai
dari penunaian ibadah sholat, puasa, zakat. Perhatian Sarekat Islam dalam meningkatkan
ibadah masyarakat ToliToli adalah menunjang dengan bangunan ibadah seperti masjid,
surau dan langgar. Jika dibandingkan pada tahuntahun awal abad XX, terdapat peningkatan
jumlah bangunan peribadatan Islam di ToliToli.
Seperti yang
diberitakan dalam Neratja tahun 1921,
kehadiran Sarekat Islam di ToliToli pada awalnya banyak kegiatan keagamaan yang
dilakukan Sarekat Islam. Kehadiran Sarekat Islam di daerah ini hanya memperkuat
keislaman masyarakat yang telah banyak terkontaminasi pengaruh adat setempat. Melihat
hasil dari pendekatan agama, maka didapati jalinan antara pedagang dengan para petani
dengan nuansa persaudaraan Islam. Golongan tersebut merupakan golongan yang dijadikan
Sarekat Islam sebagai target syiar agama Islam. Hal tersebut menjadi dasar bahwa
masyarakat petani ToliToli sebagian besar beragama Islam dan menjadi basis massa
yang mendukung keanggotaan Sarekat Islam. Indikasi yang memperkuat semangat solidaritas
keislaman tersebut juga dapat dilihat dari melekatnya motto yang bernuansa Islam
dari kartu anggota Sarekat Islam ToliToli.
Keberhasilan
pendekatan agama oleh SI dalam masyarakat ToliToli juga dapat dilihat dari meningkatnya
prestis masyarakat yang aktif dalam agama. Setelah beberapa kunjungan CSI, posisi
keimanan menjadi meningkat, banyak orang memilih pengakuan yang lebih baik dengan
menjadi haji, ustad, dan ulama. Figurfigur tersebut banyak mendapat tempat di tengah
masyarakat. Mereka menjadi pemimpin informal yang turut menentukan keputusan dalam
masyarakat, kebanyakan dari mereka di taati dan dijadikan teladan oleh masyarakat.
Fenomena tersebut di fasilitasi Raja setempat dengan menempatkan mereka sebagai
penasehat pemerintahan Raja.
Pemerintah
kolonial sendiri memberikan pembatasan terhadap penyebaran agama Islam terutama
dalam bidang pendidikan, perkawinan dan talak orang yang beragama Islam, pembangunan
masjid, uang masjid, zakat dan fitrah, perayaan hari besar Islam, surat perjalanan
untuk orang yang akan naik haji ke Mekah. Peraturan ini mengharuskan izin tertulis
dari bupati atau pejabat yang berkedudukan sama. Ketentuanketentuan ini sangat
membatasi ruang gerak dari penyebaran agama Islam sendiri. Disinilah Sarekat Islam
memperjuangkan dihapuskannya pembatasan pembatasan ini, sehingga masyarakat ToliToli
dapat melaksanakan ibadah haji.
- Peranan Sarekat Islam Lokal Toli-Toli di Bidang Politik
Kebijakankebijakan
pemerintah kolonial untuk daerah ToliToli selalu mengacu pada proses
percepatan eksploitasinya. Walaupun banyak kebijakankebijakan tersebut kurang
mempertimbangkan kepentinga berbagai unsur yang terlibat didalamnya. Hal ini praktis
menjadi pemicu tenggelamnya keberlangsungan eksistensi politik lokal ToliToli.
Peran yang menonjol diperlihatkan Sarekat Islam ketika kebijakan heerendienst dan belasting dikeluarkan oleh pemerintah kolonial. Jelasnya Sarekat Islam
melawan kebijakan kolonial tersebut, mulai dari penggalangan kesadaran masyarakat
dengan propagandanya sampai pada pernyataan atas ketidaksesuaiannya pelaksanaan
kebijakan kolonial yang dilanjutkan dengan penggerakan massa.
a. Penentangan terhadap Belasting
Pajak penghasilan
dibebankan pada semua jenis penghasilan sebanyak 5%. Pungutan mencapai f1, pungutan ini berdasarkan jumlah warga.
Seorang kepala keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga akan dipungut angka
lebih tinggi. Sementara suatu keluarga yang tidak berdiri sendiri namun (hidup diatas
tanggungan orang lain) tidak menjadi bagian dari masyarakat yang terkena pajak.
Penarikan pajak yang dilakukan bisa menyumbangkan ke kas negara sebanyak f17 ribu salama setahun. Hasil ini disetorkan
kepada kas daerah (landschap kas).
Sementara untuk orangorang tua atau yang sudah tidak sanggup lagi bekerja dapat
diberikan kebebasan menjalankan kerja.
Dibanding 15
tahun kebelakang, pajak yang dipungut dari rakyat pun sama nominalnya, bahkan mungkin
jumlah pikulannya/upeti lebih besar. Yang membedakan adalah alokasi dari pajak itu
sendiri, jadi tidak terdapat kerelaan dari masyarakat jika pajak yang dipungut dari
mereka akan masuk kepada pemerintah kolonial. Masyarakat berpendapat, kompeni
telah memiliki harta yang lebih, maka masyarakat merasa sedang ditindas jika mereka
masih memungut pajak.
Sebenarnya
bukan perkara yang mudah untuk menentukan batasan penindasan dalam penerapan Belasting, karena dalam setiap negara pasti
membutuhkan biaya untuk menjalankan roda pemerintahan dan salah satu jalan untuk
memperoleh biaya tersebut adalah dengan jalan memungut pajak terhadap rakyatnya.
Penduduk Hindia pada masa itu lebih menganggap bahwa pemimpin mereka adalah rajaraja
lokal, mereka sama sekali tidak berkeberatan jika harus membayar upeti kepada rajaraja
lokal tersebut karena sistem kepercayaan tradisional yang mereka anut. Hal tersebutlah
yang menjadi salah satu dasar pemikiran mengapa rakyat Hindia Belanda harus berkeberatan
permasalahan belasting.
Isu yang diusung
Sarekat Islam ToliToli tentang pengurangan pajak mendapat perhatian dari masyarakat.
Langkah nyata Sarekat Islam untuk mewujudkan usahanya tersebut adalah dengan jalan
mengajukan permohanan setiap ada wakil dari CSI yang mendatangi vergadering, dengan maksud agar masalah mereka
dapat di angkat dan diperjuangkan oleh CSI. Melalui propangandanya, Sarekat Islam
berhasil merangkul massa yang sejalan dengan haluan Sarekat Islam, sehingga
membuka kemungkinan timbulnya pemberontakan terhadap pemerintah.
Kecurigaan
pemerintah terhadap Sarekat Islam sudah mulai tercium dalam laporan Ziezel. Laporan tersebut menuliskan bahwa Sarekat
Islam telah memotori masyarakat untuk memberontak lewat isu yang diusung Sarekat
Islam yakni perkara belasting dan heerendienst. Berdasarkan laporan Ziesel, pemberontakan tidak akan pernah terjadi
selama tidak ada pihak yang berusaha memprovokasi masyarakat untuk melakukan
perlawanan dimana belasting dan heerendienst dijadikan alasan. Ia menyebutkan
bahwa yang merasa keberatan akan belasting
ini adalah kalangan pemborong pekerja. Asumsinya adalah jika pajak mengalami kenaikan
maka akan dibarengi dengan kenaikan upah pekerja juga. Ziesel juga mensinyalir bahwa penentangan atas belasting oleh rakyat juga sarat akan kepentingan pihak pemborong itu.
b. Sarekat Islam Toli-Toli untuk
Menentang heerendienst
Kebijakan heerendienst di Sulawesi Tengah diatur dengan
Besluit Resident Manado tanggal 11 Juli
1907 No. 488. Pelaksanaan heerendienst
di ToliToli dilaksanakan pada waktu adanya proyek pembukaan jalan dan pembangunan
jembatan pelabuhan Tanjung Batu sepanjang 300 meter pun dijalankan dengan sistem
seperti diatas. Sistem heerendienst juga
diterapkan pada waktu pembangunan jalan yang menghubungkan Kampung BaruBadjongan
sejauh 25 Km, LingadangSatigi sejauh 9 Km, MalalaTinabogangMalombaLais sepanjang
15 Km.
Menurut pandangan
pemerintah kolonial yang memiliki kepentingan eksploitasi di daerah ini, keberadaan
jalanjalan penghubung antara daerah tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting
untuk memperlancar mobilitas ekonomi antar daerah tersebut. Pembangunan prasarana
transportasi juga dikerjakan di daerahdaerah lain, dan tentunya melalui heerendienst, seperti Kampung Baru (ibu negeri
ToliToli). Untuk pelaksanaannya, proyek ini tidak mampu dilakukan oleh orangorang
terdekat. Akses masyarakat untuk menuju ke tempat pengerjaan pelabuhan ini sangatlah
jauh jika ditempuh dengan jalan darat. Kebanyakan orangorang berangkat dengan sampansampan
kecil, kemudian keberatan mulai dirasakan oleh masyarakat. Alasannya adalah, pertama
jarak tempuh untuk bekerja lebih jauh; populasinya/orang yang bekerja lebih sedikit
dan walaupun upah rodinya besar.
Sejak dibentuknya
Sarekat Islam di ToliToli, terdapat propaganda yang selalu didengungkan oleh tokohtokoh
Sarekat Islam. Setelah merebaknya isu tersebut, dan kolektivitas masyarakat
telah terangkul dalam haluan Sarekat Islam, maka terdapat respon merebaknya berbagai
dukungan dari rakyat akan pernyataan sikap Sarekat Islam terhadap penolakan heerendienst Proses Pengangkatan isu mencabut
heerendients tak lepas dari peran aktifis
Sarekat Islam lokal ToliToli yang bersifat sebagai motor, yakni tokoh seperti Maros.
Beberapa tokoh Sarekat Islam lokal ToliToli yang juga gencar meneriakkan propaganda,
seperti seorang lid Sarekat Islam, Katebe. Terdapat pernyataannya dalam salah
satu vergadering Sarekat Islam: “kumpulan
kita sekarang sudah kuat, kalau pemerintah nanti memerintah apaapa, saudara sekalian
tidak usah menurutnya”. Pernyataan tersebut jelas bermakna bahwa tedapat upaya pengajakan
untuk menentang kebijakan pemerintah kolonial. Penentangan akan heerendienst sebenarnya sudah terdengar ketika
Haji Ali menjabat presiden Sarekat Islam ToliToli. Sebagai presiden yang waktu
itu dekat dengan wakil CSI Abdoel Moeis, ia pun tergolongorang yang mendukung haluan
Sarekat Islam. Artinya ia aktif juga dalam memperjuangkan keinginan rakyat untuk
tidak tertekan dalam kebijakan pemerintah kolonial.
BAB III
KESIMPULAN
Mulai disahkannya peraturan pembentukan Sarekat Islam lokal oleh
pemerintah kolonial pada tahun 1916, menjadi latar belakang berdirinya Sarekat Islam
lokal ToliToli. Tahun 1916 juga Sarekat Islam lokal ToliToli berdiri. Gerakangerakan
SI ToliToli merupakan proyeksi yang mengacu pada isu pembentukan pemerintahan sendiri
dengan pembentukan kapitalkapital bumiputera seperti yang sering di bicarakan
dalam setiap sidang CSI (Central Sarekat Islam). Dalam perkembangannya Sarekat
Islam Lokal Toli-Toli mengumpulkan basis massa
dari dua golongan, yaitu basis massa dalam kalangan agama dan basis
massa dalam kalangan ekonomi.
Di tengah situasi terpuruknya masyarakat atas berbagai
kebijakan pemerintah kolonial pada awal abad XX di ToliToli, Sarekat Islam berperan
sebagai organisasi yang mengakomodir kegelisahan masyarakat, karena diketahui unitunit
penyelenggaraan kehidupan masyarakat yang meliputi bidang politik, sosial serta
ekonomi, secara sistematik telah bersinggungan dengan haluan kolonialisasi.
Sarekat Islam menempatkan diri dan secara konkret menjembatani serta melindungi
beberapa kepentingan masyarakat dengan sejumlah sifat pergerakannya yang khas.
Peranan Sarekat Islam dalam dinamika masyarakat Toli-Toli tahun 1916-1919 mencakup
dalam bidang ekonomi yang disebabkan oleh kapitalisme kolonial di kalangan
pemegang modal Toli-Toli dan rakyat kalangan bawah. Peranan Sarekat Islam dalam
bidang sosial dan bidang agama karena perubahan dan pembeharuan yang dilakukan
oleh pemerintah kolonial. Dalam bidang politik, Sarekat Islam berperan untuk
menentang belasting dan heerendienst.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar